Selamat Datang di Portal Budaya Jawa

Serat Wulang Reh Putri karya Paku Buwana X

Serat Wulang Reh Putri
karya Paku Buwana X



tulisan oleh:
Kandjeng Pangeran Karyonagoro, 2001

PUPUH M I J I L
Saya menulis karya ini, dalam bentuk tembang, memberikan petuah dalam bentuk (tembang) mijil, kepada seluruh anak perempuan saya, (tentang) tata krama dalam perkawinan, mengabdi kepada suami.Tidak mudah orang bersuami, sangat berat, harus tahu aturan, juga harus tahu cara-cara orang bersuami, dan juga watak (lelaki), waspadalah dan ingatlah. Wanita jangan mendahului kehendak suami, berbuat semaunya (asal perintah) meskipun kamu itu putri, kamu jangan menonjolkan kalau putra raja, akhirnya tidak baik.

Nasihat ratu Cina ini, sangatlah berharga, nasehat yang diajarkan kepada anaknya, Dewi Adaninggar ketika melamar, Sang Jayengmurti, ketika berangkat (dinasihati). Pesannya dengan bersungguh-sungguh, kepada putra perempuannya, namun Adaninggar tidak mengindahkannya, maka kematiannya tidak baik, ajaran kebaikan, Prabu Cina yang luhur. Engkau anak perempuanku, saya menasihati, perkara yang berat, dua perkara yang besar, yaitu: yang pertama perintah raja, yang kedua suami, sama beratnya. Kalau salah dapat berbahaya, dua perbuatan, artinya sama dengan berguru, yang menunjukkan keselamatan, kematian, raja sama dengan lelaki, (sama perbuatannya). Jika prajurit hak raja, perempuan hak suami, sangat kuat pengaruhnya, siasat maupun tindakannya, dan segala tindakannya, salah bisa dihukum.

Segala tingkah lakunya, jika orang itu menuju kebaikan, supaya dirasakan tujuannya, kalau suami tidak memberi maaf, kelak istri dan anak akan melakukan perbuatan yang tidak baik. Hanya prajurit yang, bertingkah laku salah, berbeda dengan istri yang tidak bisa dimaafkan, memberi maaf itu keliru, anak-istri akan melakukan perbuatan tidak baik, jadi harus eling, dan cinta kasih.

PUPUH ASMARANDANA
Bekal orang menikah, bukan harta, bukan pula kecantikan, hanya berbekal hati (cinta), sekali gagal, gagallah, jika mudah terasakan amat mudah, jika sulit terasakan amat sulit, uang tidak menjadi andalannya.Tidak bisa dibayar dengan rupa, syarat-syarat orang berumah tangga, harus diingat modalnya, ingat kekuasaan laki-laki, tidak boleh seenaknya, kurang berhati-hati dan kurang waspada, kesalahan yang berlebihan.

Orang yang lupa aturan berumahtangga, orang yang kurang berhati-hati dalam hidupnya, dapat dikatakan sudah rusak, teliti itu artinya bersungguh-sungguh, meresap dalam hati, jika sudah hilang ketelitiannya, hilang nama baik berumah tangga. Itu kewajiban yang harus dipelihara, karena hanya wanita, harus bermodalkan eling, ingat akan wewenang laki-laki, jadi ingat perintah, berhati-hati sudah menjadi miliknya, apabila tidak berhati-hati maka rusaklah. Perempuan yang rusak, tidak hanya pada orang berzina, termasuk orang yang tidak berhati-hati (tidak teliti), dinamakan “bejat” moralnya, tidak mengenal arah, pertanda tidak ingat, bahwa berumah tangga bermodalkan hati.

Dosa lahir dan batin, hati menjadi pedoman, jika tidak khusuk ciptanya, pertanda hatinya kacau, bisa menyebabkan kerusakan, berubahnya hati karena tidak ingat, kalau hati itu rajanya badan. Badan adalah hanya sekadar pelaksana geraknya hati, melaksanakan kemauan hati, jika hati hilang kesadarannya, hilang sifat kemanusiaannya, apabila sifat kemanusiaannya hilang, hanya kerusakan yang didapatkan, tidak mungkin mendapatkan kebahagiaan.Itu orang yang jahat, tidak menyadari hidupnya, bahwa hidupnya ada yang mencipta, mengapa tidak dirawat, syaratnya orang hidup, jangan sampai salah langkah, orang yang lupa menjadi prbuatan setan.Tidak ingat tentang kehidupan, berpedoman pada hati, orang yang mengelak terhadap kehidupan, tidak mengendalikan hati, sengaja ingin merusak, terburuburu tingi hati (sombong), terkena godaan setan.Memang sudah menjadi perbuatan iblis, jika ada orang lupa menjadi senang, setan menari-nari dengan gembira, jika ada orang pemarah, itu dianggap saudara, tidak melihat jalan kebenaran, mengarah kepada pekerjaan setan.

Orang yang tidak melihat akan kesalahan, itu sejenis dengan setan, tergesa-gesa menjadi tinggi hati, tidak tahu sama-sama dititahkan (diciptakan), itu orang yang tidak berpendirian, sudah menjadi watak orang pemarah, membuang pedoman yang menjadi dasar pedoman tersebut.Itulah anakku ingatlah, apabila engkau diterima, oleh Sang Jayengpalugon, yang istrinya dua itu, putrinya Karsinah, yang satunya putri Kanjun, janganlah engkau punya pikiran. Madumu dua orang itu, walaupun sama-sama anak raja, asal besar namaku, dan raja Cina lebih kaya, Parangakik Karsinah, walaupun rangkap kerajaannya, masih lebih kaya ratu Cina.Budi yang demikian itu anakku, buanglah jangan sampai kau miliki, gunakanlah rasa rendah hati, untuk keselamatan diri, berbuatlah agar dikasihi, budi yang pertama tadi, orang pemarah (sombong) akan berakibat celaka.

Jika bisa engkau mengerti, tidak dapat dibuat jelek, jika berbuat rendah hati, jika madumu mempunyai niat jelek, pasti tidak akan terlaksana, sebab sikapmu yang rendah hati, yang telah bersemayam dalam badanmu.Namun, jika engkau sombong anakku, lebih-lebih jika “galak”, menjadikan dirimu, merusak badanmu sendiri, kedua madumu itu, ibaratnya “jayeng satru”, keduanya jadi perhatian.Nasihatnya telah selesai, kepada putra Sang Prabu Cina, sebaiknya kelak menjadi teladan, untuk semua wanita, ini nasihatnya, Sang Prabu di Ternate, Geniyara beralih pada pupuh dhandhanggula.

PUPUH DHANDHANGGULA
Sang raja duduk di tengah pendopo, dan sang istri berada di singgasana, kedua mempelai putri, berada di depan sang raja, kedua putrinya diberi pesan, diajarkan suatu hal, tentang melayani suami, Raja Ternate berkata, “anakku, berhatihatilah!, baik-baiklah pada suami”. Putra raja prajurit sakti, dan dikenal oleh Sang Prabu Jenggala, memiliki banyak kepandaian, akan kesenangan dan kemashuran, bijaksana dan berbudi halus, perwira yang agung (perkasa), kuat badannya, raja bertentara sanak saudara, mendekati keindahan orang sedunia, raja muda di Jawa.

Bahwa keberuntungan itu, diperhatikan oleh Raja Jenggala, berapa banyak saudara ipar, di Jawa tempat tersamar, dan isyarat juga sampai di luar, berusaha memimpin, berhati-hati pada orang suci, bahwa di dalam ajaran tata krama, orang berumah tangga hendaknya menurut laki-laki, samakanlah dengan dewa.(orang) rendah, sedang, dan utama, ingatlah, terutama orang berumah tangga, semua dewa menyaksikan, bukankah ada yang ditiru, putri cantik dari Adimanggada, melebihi bidadari, dari segala warna, dan diberi sinar keutamaan yang indah, Citrawati disembah oleh bidadari, putri cantik Adimanggada.Istri raja Mahespati, Sri Mahaprabu Harjunasasra, diterima oleh dewa, karena menyanjung suaminya, karena itu raja Maespati, mendapat putri delapan ratus, dari istrinya, putri Magada menginginkan, memiliki madu yang banyak dan cantik-cantik, apabila ada yang dikasihi. Oleh suaminya raja Mahespati, putri Manggada segera mengambilnya, sebagai saudara kandungnya, dimintakan tambah, kasih sayang suaminya, dikerjakannya terus menerus, maka suami akan menurut, menjadi teman selamanya, usaha Dewi Citrawati, diturut oleh suaminya. Lega dan terangnya hati tak terhingga, pikiran yang dimiliki oleh putri Manggada, pandai dan berperasaan kepada orang lain, itu baik untuk ditiru, Citrawati sebagai guru wanita, anakku itu utama, mengabdi kepada suami, tidak merana menyerahkan jiwa, apabila raja dilindungi, dikasihi, yang tak terduga oleh suami.

Tidak berbeda dengan zaman yang akan datang, yang menjadi teladan, hanya putri Manggada yang dipercaya, sang raja asyik, mengangguk-angguk dan menunjuk, kedua putrinya menghaturkan sembah, kepada ayahnya. “Anakku, waspadalah, bukankah wanita itu menerima segala kehendak suami”, dapatlah mengerti kemauannya. Jangan ragu-ragu dalam memandang, sang raja Geniyara berkata, tidak terdengar kata-katanya, hanya gerak-gerik yang terlihat, bahwa di dalam berumah tangga, pasrah pada kehendak (suami), tidak memiliki rasa sungkan, menurut kehendak suami, Citrawati memahami gerak hatinya, maka berada dalam keutamaan.

Hal yang nistha di dalam batin, walaupun akan lestari, pada akhirnya hatinya bingung, di depan berkata, di belakang tidak berani, di dalam hati mengeluh, di dalam hati berniat tidak baik, jangan sampai wanita yang dikasihi, hanya memikirkan diri sendiri saja. Hanya dipikirkan di dalam hati, kejelekan orang itu tidak selamanya melekat di hati, orang jahat itu menganggap pasti itu penyakit bodoh, bumi dan langit menyaksikan, kotoran di dunia, dosanya bertumpuk, semua bidadari tidak senang, kelak masuk neraka dan diperolok-olok, oleh bidadari-bidadari.

Namun, anakku jika engkau diberi, harta benda oleh suamimu berhati-hatilah, hartanya sudah diserahkan, hakikatnya kepunyaanmu, itu dianggap orang jahanam, lebih daripada hina, tukang sihir besar, bukan dianggap orang berumah tangga, menabur dupa dan setan menari-nari, bukan sifat makhluk (manusia). Setan berkeliaran membawa pisau, mengambil tulang yang sudah dibuang, mengotori seluruh dunia, perbuatan orang mengigau, tidak berniat memiliki perbuatan, mengejar kenyang saja, akan harta milik suami, walaupun terjadi perceraian, milikmu sudah menjadi milikku, sebab (saya) sudah diperistri. Yaitu budinya seratus jahanam, orang yang acak-acakan, membuat celaka tetangga, kotoran berlipat tujuh, tetangga ditulari, jangan didekati, orang seperti itu, pasti akan terkena kejelekannya, tidak ada gunanya berdekatan dengan orang sesat, kotoran sedunia.

Ambillah harta dari Makasar, hanya jangan melanggar kehormatan, jangan mengingat ayahmu, akan membawa kotor hati, apabila berpendapat, bahwa engkau putra raja, menjadi kebanggaan hatimu, orang berumah tangga terlihat oleh orang tua itu, mempertebal/memperbesar kejelekan. Dalam rumah tangga wanita menjadi terhormat, yang diciptakan oleh Suksma Kawekas, itu sudah pertanda, kehendak Bathara Yang Maha Tinggi, kehendak Hyang Hutipati, jika ada yang menerjang, orang yang tidak mengindahkan petunjuk, Bathara Suksma Kawekas, semoga dihukum disumpah, menjadi “cacing” seketika.

Semakin lama disukai Yang Maha Kuasa, kelak jadilah pemaaf, jika disimpan saja, kena marah nantinya, itu yang berbahaya, tidak akan berhasil nantinya, apabila demikian peruntungannya, maka dari itu anakku dapatlah mengabdi, kepada suami jika kamu dibawa nanti, kembali kepada suamimu. Sudah selesai nasihat sang raja, Raja Geniyara dari Ternate, kepada kedua putrinya, perkara yang sangat baik, jika ditiru baik manfaatnya, jangan merasa orang “buda”, yang memiliki ajaran, seperti Raja Cina, jangan merasa bahwa kafir itu segalanya, apabila kafirnya orang Mejusi.Tetapi ini ajaran (nasihat) yang baik, makna yang dikandungnya baik untuk diambil, dan hadis Rasulullah, ikhlaskan anakku, agar bahagia dalam berumah tangga, menjunjung nama orang tua, jika kamu turuti, ajaran (nasihat) ayahmu, berada dalam tanda/alamat yang baik, ajakan menuju kebahagiaan.

PUPUH KINANTHI
Bahwa ajaranku (nasihatku), kepada anak perempuanku, agar ingat akan namamu, engkau disebut putri, itu putri yang sejati, tiga, ketiganya ini maksudnya. Bebakti dan cermat kepada suami, yang ketiga takut, lahir batin jangan mengeluh, melaksanakan yang satu, jadikanlah suamimu orang terhormat, bukankah perempuan itu. Wajib menurut kepada suami, jangan menghalang-halangi, akan kehendak suami, walaupun putra raja, mengabdilah kepada suami, harus benar-benar berbakti.

Apabila wanita itu, merasa menguasai laki-laki, dalam batinnya memerintah, merasa menang dengan suami, tidak merasa sebagai wanita, itu wataknya laki-laki. Wanita jahat, bingung hatinya, tidak urung menjadi orang tercela, di dunia hingga akhirat, menjadi dasar neraka, kelabang dan kalajengking. Yang menjadi alasnya, di neraka kelak, itu wanita tercela, yang tidak dapat mengendalikan, hawa nafsu, amarah yang diikuti. Inilah anakku, pakailah ajaran ini, takutlah kepada suami, jangan merasa takabur (sombong) sebagai putri raja, jika engkau tidak berbakti, kepada suami tidak urung juga.  Membawa bapak ibu, kurang memberikan petuah pada anak, itu prasangka orang banyak, permintaanku ini, kepada Allah Taala, dan kepada Rasulullah.

Semua putraku, yang putri terpakailah oleh suami, semoga dikasihi oleh suami, dan berbaktilah kepada suami, bersuamilah sekali saja, mudah-mudahan sampai nenek-nenek. Tataplah melayani suami, serta dikasihi, dapatlah memberikan keteduhan, semoga puas mengasuh anak, dan nasihatku kepadamu, hendaknya ditaati lahir dan batin. Dan ada pesan, dari mendiang kakekmu, ingatlah bahwa perempuan itu, dibekali jari, kelimanya itu ada, apabila dirinci mempunyai arti. Ibu jari yang pertama, telunjuk yang kedua, jari tengah yang ketiga, keempat jari manis, yang kelima itu, yang terakhir adalah kelingking. Ketahuilah maksudnya, isyarat Hyang Widhi, ibaratnya sepenuh hati, jika ada kehendak suami, arti yang mudah sepenuh hati, segala kehendak suami. Maka engkau dibekali telunjuk, janganlah engkau berani, apabila suamimenunjukkan, cepatlah melaksanakan, dengan jari tengahmu, itu juga isyarat.

Suamimu jadikanlah pengikat, dan apabila memberikan sesuatu, kepadamu junjunglah, walaupun hanya sedikit, engkau wajib menjunjung, akan penghasilan suami. Maksudnya engkau, dibekali jari manis, buatlah “manis” roman mukamu, jika berada di depan suami, apabila jika bicara, pergunakanlah kata-kata yang manis. Janganlah pemarah dan bermuka masam, itu tidak menarik hati, roman muka dibuat gembira, walaupun sedang kesal hatinya, jika berada di depan suami, buanglah jangan sampai ketinggalan.  Oleh karena itu dibekali, juga jari kelingking, ditimbang-timbang, jika ada kemauan suami, maksud ditimbang-timbang adalah, agar terampil dalam bekerja.

Jika melayani suami, yang cepat namun halus, jangan cepat namun kasar, tergesa-gesa dan tidak tenang, bukankah itu cepat namun tercela, sebab dalam hati agar marah. Demikianlah pesanku, kepada putra perempuanku, semoga dilaksanakan, ajaran bapak ini, jika engkau laksanakan semua, begitulah anakku.Bapak yang menanggung, jika engkau laksanakan pesanku, sudah tentu menemukan kebahagiaan, di dunia dan di akhirat, dan hati jangan menyimpang, bersungguhsungguh terhadap suami. Walaupun dimadu berjumlah empat puluh, hatimu jangan berubah, lahir dan batin jangan berubah, melayani suami, usahakanlah, wanita yang baik-baik.

Gadis yang cantik-cantik, serahkanlah kepada suami, demikian itu sifat, mengerti kehendak laki-laki, pasti memupuk cinta kasih, jika suami dibuat puas hatinya. Jika wanita tidak merelakan, suaminya mempunyai selir, dan tidak suka dimadu, itu wanita tercela, tidak tahu tata krama, menurut dalil Qur’an.  Sama dengan anjing buntung, diumpamakan celeng terbakar, tidak pantas didatangi, tidak urung membuat, supaya dijauhkan tujuh ukuran, janganlah terus dipikir.  Hal seperti itu, agar diteliti kembali, ajaran sang bapak, dimaksudkan untuk mendapatkan selamat, ibaratnya membaca surat, tingkah laku wanita luhur.  Mengapa tidak ditiru, oleh para istri, yang dikasihi oleh suami, apakah wanita jahat, dan wanita tercela, apa tidak segan-segan. Yang dikasihi oleh suami, suami wanita yang berbakti, yang teliti terhadap suami, namun wanita yang jahat, tercela, tidak ada yang dikasihi suami.Bahkan sering dipukul, wanita yang begini, tidak ada gunanya membaca surat, tidak mau meniru yang baik.  Oleh sebab itu anakku, ingat-ingatlah, ajaranku (nasihatku) ini, semoga Hyang Maha Suci, tetap memberikan kesadaran, terhadap perbuatan yang baik, dijauhkan dari perbuatan jahat, aniaya yang tidak baik.

Tamatlah surat ajaran (nasihat), kepada putra putrinya, Kamis Pon tanggal 7 Sura, Kuningan tahun Be, dengan Candrasangkala “esa guna swareng nata”, Windu sancaya yang ke delapan.





Share this post :

Posting Komentar

Statistik Blog

Download Basiyo

    Download Dagelan Matarama MP3 - Basiyo

p4tkmatematika.org

 
di Share Oleh : Bambang Setiawan | Wong Matematika | Asli dari Pacitan
Copyright © 2015. Budaya Jawa - All Rights Reserved
Template by Wong Pacitan Modified by MR-BeBe
Proudly powered by BeBeColection